PERASAAN PERGI DARI RUMAH TANPA PAMIT

Hari ini hari Rabu.

Aku ingat harus memberi uang kepada orang tua untuk membantu mereka mengangsur mobil.
Motorku lunas dari pegadaian, setelah selama setahun di gadai oleh teman ibu yang tidak bertanggung jawab. Hal itu mengharuskan ibuku mengangsur motor tanpa memakai uang yang cair pada saat itu.
Hari ini, digadaikan lagi oleh ibu untuk membayar cicilan mobil yang sudah berjalan selama 9x ini. Cukup berat untukku dan keadaan keluargaku saat ini, yaitu 11jt/bulan selama 4 tahun.
Ayahku masih sibuk dengan murai, jalak, love bird dan kenari nya yang setiap hari berharap diberi air yang baru dan tambahan makanan yang enak. Terkadang masih saja waktunya kurang untuk memanjakan hewan sangkar tersebut. Bahkan jika tidak terpenuhi hasrat membeli dampaknya akan serumah yang merasakan.

Aku dan suamiku, berdiskusi.
Keputusan mana yang harus kami ambil untuk melanjutkan mimpi-mimpi kita jadi kenyataan. pasalnya bukan hanya mimpi aku dan suamiku saja, melainkan untuk membuat ayah dan ibuku, membuat ibu suamiku dan keluarganya, cukup seharusnya bangga terhadap kami berdua.
Pergi dari rumahku dan menjalani hidup mandiri meski susah payah untuk bangkit?
Tetap di rumahku dengan segala pengawasan dan keterikatan dengan keluargaku?

Dua karakter yang berbeda diperlihatkan antara keluargaku dan keluarga suamiku.

Kedisiplinan dan kerja keras yang kuat ada berada pada diri keluargaku.

Penanggungan beban yang berat dipikul sendiri oleh ibu suamiku ada pada keluarga suamiku.

Ini adalah soal cara hidup dan menghadapi masalah. Cara pandang ku dan cara pandang ayahku berbeda. Memang dengan emosi yang sama, hanya caranya yang berbeda. Contohnya aku ingin jualan nasi, ayahku ingin jualan ketan. Misalkan saja.

Tunggu dulu, aku menulis ini karena aku menyayangi mereka semua. Aku atau ayahku adalah manusia yang sama-sama bekerja keras meski tidak terlihat satu sama lainnya. Contohnya , ayah pasti melihatku seperti perempuan malas yang hidupnya hanya tidur, makan, main.

#BERSAMBUNG...