SYAL MALAM
Aku menuruni tangga panggung dengan menggendong gitar kesayanganku yang aku beri nama "Gifsa". Gitar hitam yang aku dapat dari hadiah ulang tahunku yang ke 17 Tahun dari ibuku. Gitar yang seperti pacar sendiri, memberikan aku inspirasi dikala mood sedang baik atau sedang buruk. Menjadi pilihan terbaik dalam kehidupanku.
Kini aku sudah sangat lemas karena permainan melodi yang barusan menghipnotis penonton acara ini. Band dengan aliran Postrock sudah ku buat sejak 3 tahun yang lalu dengan teman-teman SMA-ku. Kini aku berkuliah di Universitas ini jurusan Desain Komunikasi Visual. Sejak aku menaiki tangga hingga aku menuruninya kali ini ada satu hal yang menggangu konsentrasiku sejak tadi. Ya.. ! Alea.. aku yang sudah tidak sempat mengajaknya ke acara ini berubah menjadi penyesalan. Aku menunggu di depan kamarnya berharap dia akan keluar kamar untuk hal apapun. Tapi nyatanya sama sekali tidak. Hingga aku harus dengan berat langkah meninggalkan kamarnya untuk pergi tampil.
Keringat membanjiri kepala dan rambut sepundakku yang sudah tidak bisa lagi untuk di rapihkan hanya dengan jari. Aku mengambil slayer hitam yang selalu aku kepitkan di saku celana belakangku. Tapi tunggu, tidak ada, di saku satu lagi, ya sama juga.. tidak ada benda hitam yang biasanya ada disitu. Tapi kemana... aku segera berlari ke arah panggung dan tidak juga aku temukan sama sekali. Kemana benda itu berada. Aku terus menunduk mencari sebuah kain hitam berlipat. Di bawah pohon, di taman, di bawah tangga tapi tetap saja mataku tidak menemukan barang tersebut.
"nyari ini" tiba-tiba ada suara perempuan sedang berdiri di belakangku yang sedang terbongkok-bongkok sambil mencari slayar hitamku barusan. Ketika aku menoleh aku mendapati kain hitam menggantung tepat di hadapan wajahku. Benar saja ini yang aku cari sejak tadi hingga lelahnya.
"ya akhirnya ketemu juga" reflek aku menyebutkan kalimat itu. Aku menggapai slayer hitam itu yang aku sangat yakin itu adalah milikku. Kegiranganku membuatku lupa untuk mengucapkan terimakasih dan aku mendapati wanita dengan rambut sebahunya membelakangi aku. "Makasih ya" dengan setengah nada teriak aku mengucapkan terimakasih kepada wanita itu. Balasannya tidak dengan nada, kini hanya mengacungkan tangan dengan maksud "sama-sama".
Sepertinya aku mengenal perawakan itu. Aku berlari menghampiri wanita tadi dan YAPS... "Ale" kataku kepada wanita tadi. Dia membalikan wajahnya dengan tetap memaksa badannya untuk mengarah ke depan. Dia hanya membalas panggilanku dengan senyuman. "Ngapain disini?" tanyaku melanjutkan panggilanku barusan.
"nonton" singkat namun jelas dia merespon apa yang aku tanyakan. Aku merasa sangat senang dibuatnya kini.
"terus mau kemana sekarang ?" tanyaku segera ingin tau dia ingin kemana.
"ke warung, beli rokok" jawabnya sangat singkat dan dingin. Entah kenapa aku menyenangi setiap apa yang dia lakukan kepadaku. Meski seharusnya dalam sadar aku sangat membenci respon yang dingin.
"tunggu ! bareng,"
"ya santai"
"aku nyimpen gitar dulu"
"yoo"
-AD-
Bandung, 19 April 2016
Comments
Post a Comment