Skip to main content

Featured

PERASAAN PERGI DARI RUMAH TANPA PAMIT

Hari ini hari Rabu. Aku ingat harus memberi uang kepada orang tua untuk membantu mereka mengangsur mobil. Motorku lunas dari pegadaian, setelah selama setahun di gadai oleh teman ibu yang tidak bertanggung jawab. Hal itu mengharuskan ibuku mengangsur motor tanpa memakai uang yang cair pada saat itu. Hari ini, digadaikan lagi oleh ibu untuk membayar cicilan mobil yang sudah berjalan selama 9x ini. Cukup berat untukku dan keadaan keluargaku saat ini, yaitu 11jt/bulan selama 4 tahun. Ayahku masih sibuk dengan murai, jalak, love bird dan kenari nya yang setiap hari berharap diberi air yang baru dan tambahan makanan yang enak. Terkadang masih saja waktunya kurang untuk memanjakan hewan sangkar tersebut. Bahkan jika tidak terpenuhi hasrat membeli dampaknya akan serumah yang merasakan. Aku dan suamiku, berdiskusi. Keputusan mana yang harus kami ambil untuk melanjutkan mimpi-mimpi kita jadi kenyataan. pasalnya bukan hanya mimpi aku dan suamiku saja, melainkan untuk membuat ayah dan ibuku...

SERIGALA HUJAN

Aku tidak mengerti yang namanya mengerti. Yang aku tau, aku bisa bahagia, bisa marah, bisa sedih, bisa bingung, bisa diam, bisa hiperaktif, atau semua yang dilakukan manusia. Utamanya aku bernafas. Sama seperti makhluk hidup lain.

Ketika mereka semua bermasalah, aku juga merasa salah. Kenapa harus aku yang ikut bermasalah. Aku hanya ingin mereka senang sama rata. Tapi itu tidak bisa. Terlalu mustahil untuk mereka saling mengerti. Karena aku tidak bisa membuat mereka mengerti satu sama lain. Aku masih gagal.

Semua baik-baik saja. Meski aku tidak. Aku punya masalahku sendiri. Aku punya ruangku sendiri. Ada apa? Malu? Maaf. Aku bukan orang baik.

Begitu baiknya raga ini menggunakan rangka kulit manusia. Hatinya seperti serigala? Kalau andaikata manusia serigala itu ada, mungkin aku ingin digigit supaya aku bisa jadi dirinya juga. Seperti di cerita yang aku tulis. Dia adalah manusia kutukan. Penuh dengan fitnah dan cerita provokator dari warga desa. Sedangkan dia hidup diasingkan, lalu kenapa masih saja dia bisa percaya dengan kalimat kemunafikan makhluk tak bermoral itu. Hidup hanya di selimuti perlindungan para kaum. Menyedihkan memang.

Kala itu hujan abu. Tidak ada matahari, semuanya terbaring dipesakitannya. Langit bahkan tak mau berwarna biru. Semua benar abu hampir hitam malah. Bambu coklat muda itu semua berubah jadi arang. Sama rata. Ini yang aku mau, sama rata. Mengerti akhirnya semua menderita.

Comments

Popular Posts